Antara Abu Bakar Ba’asyir dan SBY

Amir Jama’ah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba’asyir ditangkap Densus 88, saat akan meninggalkan kota Ciamis menuju Solo. Tokoh ini terkenal sangat keras mengkritik AS, dan sikapnya yang jelas terhadap masalah umat Islam, termasuk keinginannya untuk menegakkan syariah Islam. Dalam berbagai kesempatannya secara tegas Abu Bakar Ba’asyir menolak melakukan tindak kekerasan, termasuk menolak adanya aksi bom bunuh diri yang pernah terjadi.

Tetapi, sekarang berdasarkan keterangan yang diberikan kepada media massa, Kadiv Humas Mabes Polri, Brigjen Edward Aritonang, menyatakan, penangkapan yang dilakukan terhadap Abu Bakar Ba’syir itu, terkait dengan aksi terorisme di Aceh, dan Abu Bakar Ba’syir diduga ikut mendanai, dan mengetahui aksi teroris di Aceh. Keterangan Brigjen Aritonang ini, berdasarkan hasil penyidikan terhadap sejumlah orang yang sudah ditangkap dan ditahan, serta pengakuan mereka, di mana mereka mengkaitkan aksi yang mereka lakukan dengan Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba’asyir.

Penangkapan terhadap Abu Bakar Ba’syir ini, tak lama, sesudah kunjungan Presiden SBY ke Ciwedey-Bandung, beberapa hari yang lalu, yang menyatakan, bahwa dirinya mendapatkan ancaman, dan dilanjutkan penangkapan sejumlah orang yang diduga menjadi bagian dari jaringan kegiatan teroris, yagn berada di wilayah Bandung.

Apakah memang mereka benar-benar melakukan aksi terorisme atau ini bagian dari pengalihan isu, yang sengaja diciptakan di tengah-tengah kondisi Republik, yang rakyatnya terus mengalami kegelisahan akibat berbagai masalah yang terus menimpa mereka?

Belakangan ini rakyat menghadapi kondisi yang sangat kritis, secara ekonomi, akibat keputusan pemerintah yang menaikkan tarif dasar listrik (TDL), yang mempunyai dampak yang sangat luas bagi rakyat. Terutama rakyat kecil. Keputusan menaikkan TDL itu mempunyai multi efek atau efek domino, yang sangat luar biasa, termasuk banyaknya usaha kecil menengah yang bangkrut, serta berbagai perusahaan yang gulung tikar, dan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), seperti yang dikemukakan Assosiasi Pengusaha Indonesia (API).

Kebijakan pemerintah di sektor ekonomi yang sangat tidak populis itu, mendapatkan kritikan yang keras dari Ketua Nasional Demokrat (Nasdem), Suryo Paloh. Kritikan yang diarahkan dari Ketua Nasdem Surya Paloh itu, langsung mendapatkan respon, Presiden SBY, yang seakan mutung, karena kritikan Surya itu. Belakangan Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarno Putri, tak kalah kerasnya mengkritik Presiden SBY, yang menyoroti kebijakan di bidang energi gas, yang khususnya berkaitan dengan peristiwa meledaknya kompor gas di berbagai daerah. Mega mengatakan, seperti diibaratkan sekarang pemerintah menaruh ‘bom 3 kg’ di dapur-dapur rakyat. Maksudnya dengan ‘bom 3 kg’ itu, tak lain, tabung gas yang beratnya hanya 3 kg, yang sering meledak dan membawa korban.

SBY juga dinilai tidak berani tegas terkait dengan konflik antara Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dengan Polri terkait laporan dari PPATK, tentang celengan ‘gendut’ yang dimiliki sejumlah perwira Polri. Sengketa ini telah menimbulkan polemik. Semuanya sampai hari ini belum berakhir. Antara Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dengan Polri terkait dengan masalah celengen ‘gendut’ itu. Polemik ini semakin menyusutkan kredibelitas Presiden SBY sebagai pimpinan negara.

Di bagian lainnya, sejak Darmin Nasution, terpilih menjadi Gubernur BI, muncul wacana tentang redenominasi mata uang rupiah, yang akan mempunyai dampak yang sangat luas begi kehidupan rakyat, khususnya bagi rakyat yang belum memiliki pengetahuan tentang arah kebijakan dibidang monoter baru yang bakal diambil oleh BI ini. Berbagai tanggapan muncul ada yang menolak dan ada yang mendukung. Tetapi, situasi ini telah menimbulkan kekewatariran dikalangan rakyat, di tengah-tengah kehidupan yang semakin menyesakkan.

Sekarang momentum menjelang Ramadhan ini, saat Presiden berkunjung ke Ciwedey-Bandung menyatakan adanya ancaman terhadap dirinya, yang kemudian diikuti dengan langkah-langkah preventif Polri dengan melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga melakukan tindak terorisme di Indonesia, termasuk terhadap Amir Jamaah Anshaut Tauhid, Abu Bakar Ba’asyir.

Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah SBY ini semakin tidak populer dan merusak kredibelitasnya, di tengah-tengah menumpuknya masalah yang menghimpit kehidupan rakyat, tiba-tiba menangkap ‘orang tua’ yang menjadi ‘tokoh’ dikalangan Islam saat ini, yaitu Abu Bakar Ba’asyir.

Tentu masyarakat, khususnya kaum muslimlin semakin penuh dengan tanda tanya terhadap langkah-langkah yang dilakukan Presiden SBY, khususnya dalam menangani masalah-masalah kenegaraan yang ada. Apakah dengan menangkap Abu Bakar BA’asyir, kiranya rakyat melupakan terhadap masalah yang sangat berat yang sekarang ini mereka hadapi? Wallahu ‘alam.

Penangkapan Ba’asyir dan Isu Terorisme Bermotif Politik yang Didalangi Desertir Brimob

JAKARTA (voa-islam.com) – Penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan dugaan terkait terorisme di Aceh mengundang kecaman ormas-ormas Islam. Ketua Umum DPP FPI Habib Rizieq Syihab menyatakan sangat prihatin sekaligus mengecam penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir oleh Densus 88 saat sedang safari dakwah di Jawa Barat.

DPP FPI menolak segala bentuk upaya “Terorisasi” Islam beserta tokoh dan umat Islam, karena penangkapan Ustadz Abu Bakar Baasyir dinilai sarat dengan kepentingan politik, antara lain: Politik Rekayasa Terorisme, Politik Pengalihan Issue, dan Politik Pemberangusan Gerakan Islam. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang disampaikan di kantor DPP Front Pembela Islam (FPI) Petamburan Jakarta, Senin (9/8/2010).

Hadir di dalam konfrensi pers tersebut para tokoh-tokoh Islam seperti; Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab (Ketua Umum DPP FPI), Munarman SH (Pimpinan Komando Laskar Umat Islam), Dr Jose Rizal Jurnalis (Ketua Presidium Mer-C), Ahmad Fatih (Pengurus JAT Wilayah Jakarta), dan para tokoh Islam dari berbagai ormas.

Politik Rekayasa Terorisme, menurut Habib Rizieq, terindikasi karena berbagai rekayasa kasus oleh Polri telah terungkap, seperti Kasus Aan, Kasus pemulung menyimpan lintingan ganja, kasus Gayus dan lain-lain. Sedangkan Politik Pengalihan Issue digunakan untuk mengalihkan issue dari kasus-kasus besar seperti Century, kenaikan TDL, pencabutan subsidi BBM, rekening gendut perwira Polri, keterlibatan Polri dalam rekayasa berbagai kasus dan lain-lain. Sedangkan Politik Pemberangusan Gerakan Islam, lanjut Rizieq, adalah politik untuk menakut-nakuti para aktivis Islam yang concern dengan perjuangan penerapan syariat Islam.

…Penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dinilai sarat dengan kepentingan politik: Politik Rekayasa Terorisme, Politik Pengalihan Issue, dan Politik Pemberangusan Gerakan Islam…

Untuk menghadapi politik rekayasa terorisme itu, DPP FPI menyerukan kepada umat Islam untuk merapatkan barisan dan memperkokoh ukhuwah Islamiyah, serta melawan segala kezaliman, sekaligus melakukan pembelaan hukum terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Habib Rizieq menambahkan, saat ini DPP FPI telah mengidentifikasi bahwa kasus “Teroris Aceh” adalah rekayasa terorisme yang dimainkan oleh Sufyan Tsauri, seorang desertir Brimob.

“Sufyan Tsaurilah yang merekrut dan melatih para tersangka “Teroris Aceh” di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok Jawa Barat sejak tahun 2009, sehingga tidak ada kaitannya dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir,” tegas Habib.

…Kasus “Teroris Aceh” adalah rekayasa terorisme yang dimainkan oleh Sufyan Tsauri, seorang desertir Brimob…

Usai membacakan Pernyataan Sikap DPP FPI, Habib Rizieq meminta kepada Kapolri untuk mengungkap siapa sebenarnya Sufyan Tsauri.

“Kami DPP FPI minta kepada bapak Kapolri untuk mempublikasikan siapa identitas Sufyan Tsauri? Di mana ia tinggal? Karena sebenarnya dialah tokoh sentral yang merekrut, melatih, dia yang mendanai kelompok Aceh,” lanjut Habib.

Yang mencurigakan, menurut Habib, Sufyan Tsauri melakukan pelatihan di Mako Brimob, setelah itu anak-anak yang dilatih tadi dibawa ke Aceh latihan perang, lalu digrebeg, ditembaki, dan dituduh teroris. Sufyan Tsauri pula yang mensuplai senjata AK 47 lengkap dengan ribuan amunisi.

Habib berjanji akan membongkar rekayasa terorisme yang diotaki oleh deserter Brimob di hadapan Komisi III DPR RI.

…DPP FPI akan membongkar rekayasa terorisme yang diotaki oleh deserter Brimob di hadapan Komisi III DPR RI…

“Kami punya anak-anak yang ikut latihan di Mako Brimob, tapi dia tidak terlibat dalam latihan perang di Aceh. Sampai saat ini mereka kami amankan, kami akan bawa ke DPR RI komisi III kalau sudah siap,” janji Habib.

Sampai saat ini, para saksi kunci kasus rekayasa terorisme yang diotaki oleh deserter Brimob itu sedang diamankan oleh DPP FPI.

“Sekarang ini mereka kami amankan karena ini menyangkut nyawa mereka yang terancam. Mereka setiap saat bisa diculik, dibunuh oleh orang-orang yang merasa kepentingannya dirugikan,” kata Habib. “Kami khawatir rekayasa-rekayasa ini sengaja ingin melakukan terorisasi umat Islam padahal umat Islam bukan teroris hanya diterorisasikan,” pungkasnya.

Provokasi Menjelang Ramadhan

Menanggapi penangkapan amirnya, Pengurus Jamaah Anshorut Tauhid Wilayah Jakarta Ahmad Fatih menilai penangkapan itu sebagai bentuk provokasi terhadap umat Islam menjelang Ramadhan ini.

“Ini adalah provokasi terhadap umat Islam, karena Ustadz Abu merupakan salah satu pimpinan dari ormas Islam,” jelasnya.

…Ini adalah provokasi terhadap umat Islam, karena Ustadz Abu adalah salah satu pimpinan dari ormas Islam…

Karenanya, Fatih mengimbau kepada umat Islam untuk melakukan pembelaan terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan cara apapun yang dibenarkan oleh syariat.

“Kami menyatakan haram hukumnya berdiam diri dan tidak melakukan upaya apapun penzaliman terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir,” tegasnya. [taz, widiarto]




Sikap SBY yang ambigu terhadap kasus terorisme.

Oleh: Harits Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiah DPP-HTI)

Akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara soal terorisme, sebelumnya lewat jubir presiden Julian A Pasha menyatakan bahwa presiden SBY sudah mengetahui perihal penangkapan Abu Bakar Ba’asyir melalui Kapolri di hari Senen (9/8). Plus tepisan kalau penangkapan tersebut bukan intruksi dari SBY. Kemudian saat Presiden SBY rapat kabinet di Sekretariat Negara mengingatkan kasus terorisme tidak bisa dikaitkan dengan agama maupun politik. Ia menegaskan terorisme merupakan kejahatan yang terkait dengan hukum. “Saya tak pernah membawa terorisme ke dalam arena politik, karena bukan politik. Juga tidak membawa terorisme ke arena agama, karena terorisme bukan ajaran agama,” kata SBY di Gedung Sekretariat Negara, komplek Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/8).

Dan SBY mempercayakan kepada penegak hukum untuk menangani dengan cara tepat,profesional, akuntabel, dan dapat dijelaskan kepada publik. Bahkan menambahkan bahwa masalah ini sensitif dan sering melahirkan salah paham diantara masyarakat terhadap apa yang dilakukan penegak hukum.

Rasanya kelewat wajar kalau sebagian orang mengkritik sikap SBY, ambigu bahkan ada yang katakan lebay. Dalam kasus terorisme, masih terekam beberapa jejak sikap SBY yang ditampilkan dihadapan publik yang menunjukkan ambiguitasnya. Menjelang Pemilu Presiden di tahun 2009 silam,SBY mengomentari peristiwa bom di JW Marriott dan The Ritz Carlton, 17 Juli 2009.

SBY mengatakan secara eksplisit, dirinya termasuk salah satu target incaran penembakan oleh kelompok yang ingin menggagalkan pemerintahan yang demokratis. “Berdasarkan laporan intelijen, ada upaya yang sistematis menggagalkan kelangsungan pemerintahan yang demokratis ini,” ungkap SBY merespon tragedi pengeboman di kawasan Mega Kuningan 17 Juli 2009.

Hal yang sama sebelum penangkapan orang-orang yang diduga teroris dan kemudian disusul penangkapan ustad Abu Bakar Ba’asyir, SBY juga mengeluh menyatakan dirinya menjadi sasaran kelompok teroris. “Saya dapat laporan tadi malam dari jajaran pengamanan, ada di antara anak bangsa yang punya niat tidak baik yang sekarang ada di sekitar Ciwidey,” ujarnya, Sabtu (8/8).

Di tahun 2010, tepatnya di bulan Mei presiden SBY juga mengeluarkan pernyataan terkait kasus terorisme juga. Dalam keterangan persnya di Bandara Halim Perdanakusumah, Senin (17/5/2010) sebelum bertolak ke Singapura dan Malaysia Presiden SBY menegaskan tujuan dari para teroris adalah mendirikan negara Islam.

Padahal, menurut SBY, perdebatan tentang pendirian negara Islam sudah rampung dalam sejarah Indonesia. Aksi teroris juga bergeser dari target asing ke pemerintah. Ciri lain, menurut Presiden, para teroris menolak kehidupan berdemokrasi yang ada di negeri ini. Padahal, demokrasi adalah sebuah pilihan atau hasil dari sebuah reformasi. Karena itu menurut presiden keinginan mendirikan negara Islam dan sikap anti demokrasi tidak bisa diterima rakyat Indonesia.

Di satu sisi kita memang bisa menyaksikan keberanian pihak Polri luar biasa untuk menangkap kesekian kalinya ustad Abu Bakar Ba’asyir, sebagian pihak menganggap tentu langkah ini dengan pertimbangan matang dan tidak gegabah. Terutama ketika Polri merasa memiliki bukti (data) yang meyakinkan untuk kembali menjerat ustad ABB.Dan menjadi beban moral yang sangat besar kiranya kalau kali ini mengulangi kegagalan, tidak bisa membuktikan didepan pengadilan melalui penuntut kejaksaan terbaiknya bahwa ustad ABB terbukti seperti yang disangkakan.

Jika mampu untuk itu, tidak menutup kemungkinan ustad Abu Bakar Ba’asyir akan dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Dijangkauan pasal berlapis UU Terorisme. Yakni, pasal 14 jo pasal 7, 9, 11, dan atau pasal 11 dan atau pasal 15 jo pasal 7, 9, 11, dan atau pasal 13 huruf a, huruf b, huruf c UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Ancaman maksimalnya hukuman mati.

Jika ini sukses, maka bisa dipastikan pemerintah AS, Australia, Singapura dan sekutu AS lainya mengulum senyum dan memberi warning kalau tugas kontra-terorisme tidak boleh berhenti sampai disitu.

Di sisi lain yang tidak bisa di abaikan, bahwa selama ini narasi tentang terorisme datangnya dari sepihak (polri).Lebih khusus datang dari Den88, dan wabil khusus lagi di sana ada satgas anti teroris di luar “struktur” yang dikendalikan oleh Gories Mere sekalipun saat ini dia ada di BNN (Badan Narkotika Nasional).

Dan di sinyalir karena persahatan Gories Mere dengan Karni Ilyas (TV One) yang menyebabkan dalam isu terorisme TV yang satu ini masuk barisan terdepan untuk news update berita.Oleh karena itu, pada konteks ini meniscayakan penanganan kasus terorisme ini diduga sarat rekayasa, seperti pada kasus-kasus besar yang menghantam institusi Polri.

Misalkan pada kasus rekening gendut beberapa jendral polri, century gate, markus, dan semisalnya.Maka kalau sudah seperti ini, yang salah bisa benar dan sebaliknya serta dalih tuduhanpun bisa direka-reka berdasarkan paradigma subyektif yang dimiliki polri dalam melihat kasus terorisme ini.

Lebih-lebih jika kontra-terorisme adalah proyek yang berkelindan didalamnya kepentingan asing dan dijadikan ajang menunjukkan “prestasi” dan mencari dana atau langkah pengalihan isu oleh para “komprador” asing dan kelompok opurtunis lokal.

Oleh karena itu perlu kiranya SBY menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut, sekiranya betul bahwa isu terorisme adalah murni kejahatan dan masuk diranah hukum. Dan terorisme bukan persoalan politik, juga bukan masalah agama.

Pertama; kalau ada pernyataan penangkapan ustad Abu Bakar Ba’asyir bukan intruksi SBY sebagai presiden, maka artinya ada distorsi dalam penegakan hukum. Aneh jika Presiden menyatakan terkejut dengan penangkapan Abu Bakar Ba’asyir, padahal Densus berada di bawah kendali Polri dan Kapolri bertanggung jawab langsung kepada presiden. Jadi Densus bekerja untuk siapa?

Sementara dari tahun 2003-2009 Polri sudah menangkap lebih dari 500 orang dalam kasus terorisme. Dan dimasa pemerintahan SBY banyak orang mati sekitar 40 orang dieksekusi dengan cara “ekstra judicial killing”. Dan minim sekali suara yang berteriak untuk mengatakan ini adalah “kedzaliman” atau pelanggaran HAM. Para penggiat HAM juga setengah hati, menyikapi soal korban proyek kontra-terorisme ini.

Kedua; bukankah kontra-terorisme telah SBY adopsi menjadi salah satu prioritas 100 hari kerja pemerintahannya? Diupayakan lahirnya blueprint penanganan secara koprehensif, yang terbaru dengan dibentuknya BNPT(Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) melalui Peraturan Presiden no 46 tahun 2010 yang SBY tanda tangani 16 Juli lalu. Sekaligus ini bukti implementasi komitmen SBY yang pernah dibicarakan bersama Obama presiden AS tentang terorisme.

Kalau sudah seperti ini, apakah sebagai presiden tidak tahu menahu bagaimana langkah demi langkah, tahapan demi tahapan yang akan dioperasikan institusi terkait yang notabene-nya semua dibawah kendali presiden? Bahkan kita yakin, target-target antara dan puncak target dari proyek kontra-terorisme SBY juga mengetahui. J ika tidak, maka SBY itu presiden atau anak buah siapa?

Ketiga; jika presiden SBY menyatakan kasus terorisme tidak ada relevansinya dengan persoalan politik atau tidak akan menggeret ke ranah politik. Lantas, kenapa juga membicarakan tentang motif “negara Islam” dan terancamnya “demokrasi” dalam konteks ini? Kelompok yang dicap teroris hendak mendirikan negara Islam, dan SBY sendiri memberikan prespektifnya bahwa wacana negara Islam bagi Indonesia sudah menjadi sejarah masa lalu?

Begitu juga, tentang ancaman kelompok tersebut terhadap kelangsungan demokrasi, atau di sesi lain SBY menempatkan dirinya sebagai obyek yang terancam dan pernah mengkaitkan kelompok terorisme terhadap kelangsungan pemilu di tahun 2009. Ambigu bukan?atau mungkin ada tafsiran lain tentang politik versi presiden SBY?

Keempat; kalau SBY menjelaskan kasus ini adalah kejahatan dan tidak terkait dengan agama.Maka ada pertanyaan penting, kenapa SBY tidak pernah menegur insan media yang sedemikian rupa membangun opini dan persepsi masyarakat secara kontinyu dan simultan yang menstigmatisasi Islam dengan teroris? Contoh terbaru Upaya membangun stigma negatif terhadap Islam.

Salah satunya tampak dari pemberitaan detik.com dengan judul : Penggerebekan Teroris di Bandung, Ditemukan Lembaran Kertas Arab Gundul Soal Hijrah dan Jihad. Detik.com (8/8) melaporkan dalam mobil milik Fahri, yang ditangkap Densus 88 karena diduga teroris, ditemukan ceceran kertas berisi tulisan arab gundul, antara lain soal kumpulan fatwa Ibnu Taimiyyah soal jihad, hijrah, dan dakwah.

Lebih lanjut dilaporkan, ceceran kertas itu ada yang berupa tulisan tangan dan berupa print out, dengan beragam ukuran. Semua berisi tulisan arab gundul. Terdapat empat lembar kertas print out arab gundul merupakan kumpulan fatwa Ibnu Taimiyyah soal jihad, hijrah, dan dakwah. Hal ini merupakan upaya membangun citra negatif terhadap syariah Islam.

Contoh lain, mantan PM Inggris Tony Blair, di hadapan Konggres Partai Buruh pernah menyatakan Islam sebagai ideologi iblis (BBC News, 16 Juli 2005) dengan ciri-ciri : (1) ingin mengeliminasi Israel ; (2) menjadikan syariat Islam sebagai sumber hukum ; (3) menegakkan khilafah ; (4) bertentang dengan nilai-nilai liberal.

Hal senada direkomendasikan Cheryl Benard. Usulannya ada beberapa ide yang harus terus menerus diangkat untuk menjelekkan citra Islam : prihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, minoritas, pakaian wanita, dan kebolehan suami untuk memukul istri. (Civil democratic Islam, partners , resources, and strategies, the Rand Corporation )

Dan apakah presiden SBY tidak pernah merasa adanya fakta pengkambing hitaman Islam dan kaum muslimin dalam persoalan ini? seharusnya SBY sadar, betapa umat Islam di Indonesia nyaris tidak bisa memberikan pembelaan, bahkan menerima kekalahan (apologis) dengan istilah teroris itu yang identik dengan; orang berjenggot, celana cingkrang, gamis, cadar, jidat hitam, orang yang sering aktif kemasjid, pengajian-pengajian kecil (usroh/halqoh/liqo’), pesantren, atau aktifis yang mengusung penegakkan syariat dalam koridor negara, atau ketika menempatkan AS adalah musuh Islam.Ini peran media, jelas-jelas mengkaitkan agama dengan isu teroris.

Lebih jauh, kalau mau jujur, bukankah ketika pihak penegak hukum dan lebih khusus Den88 atau satgas anti teror lainya ketika melakukan pemetaan (maping) tentang ancaman baik dalam kontek global atau lokal (Indonesia) maka kesimpulanya adalah Islam sebagai ancaman? Lebih spesifik Islam Ideologis, atau gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok yang mengusung Islam sebagai ideologi. Lantas bagaimana bisa SBY mengatakan bahwa perkara terorisme tidak terkait agama? Sangat aneh bukan?

Kelima; di institusi yang terkait dengan proyek kontra-terorisme dibawah kementerian PolHukam terlihat paradigma yang dibangun ketika berbicara tentang terorisme selalu dikaitkan dengan pemahaman agama yang di anggap radikal dan fundamentalis. Karenanya perlu langkah-lengkah de-radikalisasi dengan beberapa strategi yang softh.

Misalkan dengan mengarusutamakan tokoh-tokoh Islam moderat, menggalakkan interfaith dialog (dialog antar iman), diterbitkannya buku-buku yang moderat dan merubah kurikulum pesantren atau sekolah, masih banyak strategi lainya yang semuanya dianggap bisa mempertahankan format Indonesia yang pluralis, liberal, demokratis yang berdiri diatas ideologi kapitalis-sekuler. Maka bagaimana SBY menjelaskan ini semua?

Rakyat semua ingat, sikap yang ditampilkan SBY dihadapan publik selama ini adalah mengedepankan dialog dalam menyelesaikan persoalan lantas bagaimana dengan persoalan teroris?

Beranikah SBY dialog dan debat terbuka dengan kelompok-kelompok yang di cap radikal dan fundamentalis untuk bicara problem kenegaraan dan politik secara fair dalam rangka mencari solusi terbaik untuk Indonesia? Sehingga SBY dan jajaran dibawahnya tidak selalu su’udzan dengan apa yang diperjuangkan oleh kelompok tersebut.

Sekali lagi, wajar kalau akhirnya presiden SBY dianggap sangat ambigu dalam kasus “terorisme” ini atau bahkan terkesan mau “cuci tangan”. Semoga semua pemimpin institusi yang terlibat proyek kontra-terorisme itu kalau mereka orang muslim, maka masih tersisa iman dan Islamnya, hingga sadar tidak ada satupun perkataan yang keluar dari mulut mereka kecuali ada dua Malaikat yang mencatatnya dan hisab Allah SWT adalah seadil-adil hisab.

Umat Islam Indonesia butuh pemimpin yang bisa melindungi agama dan harga dirinya,dan bukan sebaliknya; pemimpin yang jadi “hamba” dari penguasa negara-negara kafir imperialis dan mendzalimi umatnya. Wallahu a’lam bisshowab.

http://www.eramuslim.com/berita/analisa/sikap-ambigu-presiden-sby-soal-terorisme-aneh.htm

Polisi Dalang terorisme yang sesungguhnya??

Judul diatas sangat menggelitik bagi kaum Muslimin yang selama ini menjadi sasaran tembak sebagai dalang dari berbagai peristiwa terkait dengan kosakata TERORISME. Judul diatas merupakan tema yang diangkat oleh Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) dalam acara diskusi pada Kamis, 26 Agustus 2010 bertepatan dengan 16 Ramadhan 1431 H bertempat di Intiland Tower Jl. Jenderal Sudirman 32 Jakarta Pusat bersama lima narasumber yaitu Kombes (Pol) Zulkarnaen (Kabid.Mitra Div.Humas Mabes POLRI), Mardigu Wowiek Prasantyo, M.Psych. (Pakar Psikologi Riset dan Pengamat Terorisme), Fahri Hamzah (Wakil Ketua Komisi III DPR RI), Munarman, SH. (Direktur An Nashr Institute), KH.Muhammad Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam) ditambah host H.M. Luthfi Hakim, SH., MH. (Tim Pembela Muslim). Acara diskusi yang berlangsung lebih kurang dua jam dimulai pukul.14.30 sd. 16.30 WIB berjalan cukup hangat dan memang cukup mencengangkan dengan diungkapnya beberapa fakta kejanggalan rangkaian dua kasus terorisme terakhir yaitu Kamp Pelatihan Mujahidin Aceh sampai drama “sinetron” penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagaimana istilah yang digunakan oleh KH. Muhammad Al Khaththath.

Acara dimulai sekitar pukul. 14.30 WIB mundur tiga puluh menit dari jadwal dengan diawali pembukaan oleh pembawa acara Ustadz Bernard Abdul Jabbar (Hizbul Dakwah Islam) seraya menyitir Hadits Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam tentang algojo (polisi) di akhir zaman yang di pagi hari melakukan tindakan yang menyebabkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala marah kemudian di sore hari justru melakukan tindakan yang juga menyebabkan murka Allah Subhanahu Wa Ta’ala (Hadits ini terdapat dalam Kitab Mu’jam Al Kabir), jumlah peserta yang hadir sekitar tiga puluh orang berikut insan pers diantaranya media elektronik Metro TV, wartawan dari media cetak Sabili dan Suara Islam.

Setelah prolog dari Ustadz Bernard, acara langsung diserahkan kepada host H.M.Luthfi Hakim, SH., MH. yang cukup hangat membuka diskusi sehingga cukup mengimbangi suhu ruangan lantai dua Intiland Tower tepat diatas Bank Mandiri ber-AC sekitar 25 derajat celcius itu. Host kemudian mempersilahkan kelima narasumber untuk menempati tempat yang disediakan berlatar backdrop bertulis tema acara, duduk disisi paling kanan Kombes (Pol) Zulkarnaen kemudian ke arah kiri diikuti Fahri Hamzah, host, Mardigu W.Prasantyo, Munarman dan paling kiri KH.Muhammad Al Khaththath.

Pak Luthfi Hakim sebagai host langsung memulai pertanyaan pertama kepada Kombes (Pol) Zulkarnaen berkaitan dengan proses teknis penangkapan Ustadz Abu yang sangat tidak manusiawi serta sangat berbeda dengan penjahat yang bernama koruptor. Kombes (Pol) yang hobi berpantun dalam berbicara sepanjang acara ini tidak dapat menjawab pertanyaan host, dan hanya mengatakan,”…dalam proses teknis penangkapan itu kan memang ada prosedurnya…”.

Pak Luthfi mencecar,”Pertanyaannya adalah mengapa harus dengan cara memecahkan kaca, menodongkan senjata dan cara-cara kasar lainnya ? padahal Ustadz Abu itu sangat acsessable (mudah ditemui) ?”. Kombes menjawab,”…(kurang lebih sama dengan jawaban pertama)…selain itu memang polisi diberi kewenangan untuk melindungi dirinya apabila ada indikasi yang membahayakan (mengancam polisi)”. Jawaban yang cukup menggelikan, padahal ketika disergap Ust. Abu tidak sedang membawa pasukan bersenjata melainkan membawa dua orang nenek tua yaitu istri beliau Ibu Aisyah Baraja dan istri Ust.Wahyudin (Pimpinan Ponpes Al Mukmin Ngruki) Ibu Muslikhah.

Pak Luthfi tidak melanjutkan pertanyaan, karena intinya sang Kombes tidak bisa menjawab hanya muter-muter sendiri. Pak Luthfi melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya,” Bagaimana terkait dengan Sofyan Tsauri yang merupakan mantan polisi dalam kasus Pelatihan di Aceh ?”. Kombes menjawab,”Ya dia desersi polisi”. Pak Luthfi,”Kemudian bagaimana dengan fakta bahwa Sofyan sempat mengadakan Pelatihan militer bersama relawan FPI (Front Pembela Islam) di dalam Markas Komando Brimob Kelapa Dua ?”. Kombes,”Saya tidak tahu…teroris itu kan merupakan jaringan bawah tanah, ya…mungkin itu semata hasil ikhtiar mereka kemudian bertemu Sofyan yang telah bergabung bersama KOMPAK”. Pak Luthfi,”Kalau teroris gerakan bawah tanah, sementara orang seperti Ust. Abu kan bukan orang bawah tanah, kemudian kemana Ust. Abu pergi pasti di-inteli, jadi bagaimana mungkin beliau terlibat gerakan bawah tanah (terorisme).”.

Pak Luthfi kemudian mengalihkan pertanyaan berikutnya kepada Mardigu W. Prasantyo setelah sang Kombes kalang kabut dicecar pertanyaan ditambah sesekali umpatan flor yang memojokkan. Sang Kombes pun bisa agak tersenyum dan menyatakan bahwa dirinya sudah aman disambut tertawaan seluruh hadirin. Pak Luthfi bertanya ke Mardigu,” Sebagai peneliti gerakan terorisme, apakah benar ada data valid bahwa pernah terjadi pelatihan di MAKO Brimob Kelapa Dua ?” Mardigu, “Saya akan bicara sesuai fakta dan data yang saya miliki, ya benar dan terkonfirmasi” kemudian Mardigu mengatakan,”

Sofyan dibantu dua rekan polisi aktif bernama Tatang Mulyadi dan Abdi Tunggal sebagai penyuplai senjata disposal (rusak) yang direpair dan amunisi, selain itu ada satu orang nonaparat yang menyuplai senjata bernama Sutrisno”. Pak Luthfi, “Untuk mendapatkan senjata-senjata itu tentunya perlu izin resmi dan melalui birokrasi dari kesatuan”, Mardigu,” Ya, jelas”. Pak Luthfi,”Masuk akal tidak Ust. Abu yang mengkader para teroris itu ?”. Mardigu,” Meragukan, Kenapa Ust. Abu ditangkap, apa hubungannya ?”, Pak Luthfi,”Bagaimana semua ini bisa terjadi?”. Mardigu,”Jawaban saya sudah saya tulis dalam sebuah kalimat dan masih ada di akun Facebook dan Twiter saya, intinya masalah terorisme di negri ini harusnya bisa diselesaikan, tapi kalau saya berada di posisi mereka (pemerintah dan jajaran POLRI) apa saya sanggup menolak ya ? karena cukup menggiyurkan, pahamkan maksud saya ?”. Singkatnya ini semua adalah proyek untuk mendapatkan dana dari pihak asing (Amerika dan sekutunya) yang cukup besar. Luar biasa inilah ulah pemerintah dan alatnya yang bernama POLRI dalam mengkhianati umat Islam. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghancurkan mereka.

Semua hadirin tercengang dengan penyataan Pak Mardigu tadi, statement beliau dinilai cukup berani, karena itu cukup menelanjangi sepak terjang POLRI dengan Densus 88-nya untuk meraih uang dengan mengorbankan umat Islam. Selanjutnya Pak Luthfi beralih kepada Munarman,”Bagaimana tentang peran Sofyan dalam dua kasus terorisme yang berujung ditangkapnya Ust. Abu?”, kemudian Munarman menceritakan kronologi terjadinya peristiwa Aceh, berikut ini cuplikan point-point penting kronologinya,

  1. Sofyan Tsauri masuk ke Aceh pada Januari 2009 dan langsung menawarkan diri untuk menjadi instruktur pelatihan calon relawan FPI Aceh yang akan diberangkatkan ke Gaza, mengingat pada masa itu baru saja terjadi gempuran Israel ke Gaza.
  2. Lima belas orang personel relawan FPI untuk Gaza dari Aceh yang lulus seleksi diundang ke Jakarta.
  3. Keberangkatan ke Gaza ditunda, sepuluh orang dari mereka secara diam-diam berkunjung ke tempat Sofyan di Kelapa Dua.
  4. Sepuluh orang tersebut tinggal di tempat Sofyan selama satu bulan dengan biaya penuh dari Sofyan pada Februari 2009.
  5. Kesepuluhnya di doktrin oleh Sofyan yang membolehkan cara-cara perampokan kepada orang di luar kelompok Sofyan cs. dalam mendanai jihad.
  6. Selama sebulan itu hingga akhir Maret mereka sempat dilatih menembak di lapangan tembak MAKO Brimob dengan empat puluh peluru tajam pada masing-masing orang.
  7. Januari 2010 enam dari sepuluh orang yang pernah dilatih Sofyan di MAKO Brimob, ikut serta dalam Pelatihan Militer Mujahidin di Jantho Aceh Tengah.
  8. Februari 2010 Pelatihan Militer Mujahidin di Jantho aceh Tengah, disergap Polisi.

Munarman menambahkan bahwa dari kronologi ini terbukti bahwa Sofyan yang merekrut personal FPI bukan FPI yang merekrut Sofyan, sembilan orang personal FPI sekarang berada di bawah lindungan Munarman dan menjadi salah satu sumber informasi valid tentang keanehan kasus Aceh.

Mengenai penangkapan Ust. Abu lanjut Munarman hanyalah berdasarkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari Lutfi Haidaroh alias Ubaid tepatnya pada point enam dengan pertanyaan “Bagaimana keterkaitan Dulmatin dalam peristiwa Aceh ?” Ubaid menjawab dengan tujuh puluh delapan jawaban, diantaranya mengaitkan Ust. Abu. Padahal dalam konsep hukum positif (baca:thaghut) ada prinsip “satu saksi berarti bukan saksi”. Munarman juga menjelaskan penanganan terorisme oleh POLRI belakangan ini juga aneh seperti dua korban penembakan Cawang yang sampai hari ini belum ada yang tahu siapa mereka, ini menggambarkan kebobrokan POLRI dan sangat berbahaya karena kedepan POLRI bisa saja menembak orang seenaknya dan mengaitkan dengan terorisme seenak udel-nya.

Munarman juga mengungkapkan bahwa Pangkal ini semua adalah bukan di Densus 88 melainkan ada tim kecil lain di balik layar yang bekerja di bawah pimpinan Kombes (Pol) Goris Mere, nama tim ini adalah Satgas Antibom, tim ini berlatih di sebuah pulau di selatan Lampung, tim inilah yang bekerja dalam eksekusi para terduga teroris, Munarman mengistilahkannya sejenis tim Buser. Munarman kemudian menunjukkan sebuah dokumen dari Dephan Amerika seputar anggaran biaya kampanye antiterrorisme yang dikeluarkan dan diperebutkan oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Dalam dokumen itu tercatat angka 141,7 Miliar Dolar AS, angka yang cukup fantastis, itupun pada tahun 2008 saja, dan meningkat sampai enam kali lipat per tahun. Selain itu Munarman juga mengungkap adanya opini yang dilancarkan oleh tokoh koordinator senator bidang pertahanan Amerika yang beragama Yahudi tentang opini bahwa para teroris yang ada di dunia kesemuanya beraliran salafi jihadi.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes